Dari Persikad

Disini kita akan berbicara tentang sepakbola. kita akan banyak berbicara sisi positif sepakbola. Bila ada sisi negatifnya biarkan itu menjadi tugas bersama yang harus kita perbaiki.

Tentang SuperDepok

Walau berwarna biru SuperDepok sejatinya 'lintas warna' disini 'warna' tidak lagi menjadi ideologi yang harus dibela. semangat sportivitas dan perdamaian menjadi cita-cita bersama terbentuknya SuperDepok. Harapan tertinggi kami adalah sepakbola benar-benar menjadi hiburan dan tontonan bukan lagi ajang perpecahan.

Drama Adu Penalty Moment Bagi Kiper Unjuk Diri…

Bagi penggemar sepakbola pasti sudah familiar dengan istilah Adu Penalty, dulu kita mengenalnya dengan nama tos-tosan. Agak aneh emang, sebab yang namanya to situ biasanya memakai tangan bukan dengan cara menendang bola, tapi kadung udah membudaya ya udah itu tidak harus menjadi persoalan.

Adu Penalty terjadi bila dalam babak normal 2 x 45 menit hasil pertandingan masih imbang kemudian dilanjutkan dengan babak pertambahan waktu 2 x 15 menit masih juga belum ada pemenang maka babak adu penalty harus dilakukan untuk dicari pemenang. Awalnya masing-masing tim menyiapkan 5 algojo penendang plus kiper yang bertugas menjaga gawang. Bila kelima penendang dari masing-masing kesebelasan sudah melaksanakan tugas tetapi hasil masih juga sama, maka dilanjutkan dengan penendangn tambahan hingga terjadi selisih angka.


Adu penalty sebenarnya sangat dihindari oleh setiap tim yang bertanding, sebab disini strategi dan taktik sudah tidak berlaku lagi. Dalam beberapa moment keajaiban atau dewi fortuna lebih banyak menjadi factor penentu kemenangan. Makanya FIFA sebagai otoritas sepakbola dunia sempat membahas untuk menghapus system ini dari pertandingan sepakbola.

Tapi dalam babak adu penalty ada satu posisi yang akan menjadi obrolan dan perbincangan. Dalam pertandingan normal posisi ini biasanya jarang di jadikan pembahasan tetapi ketika babak adu penalty semua perhatian akan menuju ke sati sisi ini. Yap, itu adalah peran sang penjaga gawang. Bila dalam pertandingan normal penjaga gawang selalu kalah pamornya dari posisi lain seperti striker atau gelandang. Namun saat adu penalty penjaga gawang biasanya sering menjadi factor penentu kemenangan sebuah tim.

Banyak nama yang besar dan terkenal setelah melalui babak adu penalty sebut saja nama penjaga gawang Argentina di Piala Dunia 1990 Sergio Goycochea (moga-moga benar ejaannya, habis udah lama bangat … heheheh) awalanya tidak ada yang mengenal nama ini, dia hanyalah kiper pengganti dari penjaga gawang utama Argentina yang cedera dalam salah satu pertandingan. Namun kehebatannya dalam menghadang tendangan penalty mulai melejitkan namanya.

Dalam moment adu penalty pula Tim Howard kiper nasional AS dan pilar di klub Inggris Everton menjadi bahan perbincangan. Aksinya menahan tendangan-tendangan pemain Manchester United dalam babak semifinal piala FA berhasil meloloskan Everton ke final piala FA.

Begitu juga dengan Jerzy Dudek yang akan selalu diingat oleh fans Liverpool karena aksi gemilangnya dalam drama adu penalty saat mengalahkan AC Milan dalam final liga champion 2005.Bahkan sebelum drama adu penalti, Dudek juga berhasil menggagalkan tendangan Andriy Shevchenko yang bisa menjadi neraka bagi The Reds di perpanjangan waktu.

Lalu siapa yang mengenal nama Hendra Prasetya? Sebelum ini kita memang belum mengenalnya namun dalam pertandingan Playoff Indonesia Super League ketika Persebaya berhadapan dengan PSMS Medan, seluruh penggemar bola mulai mengenalnya. Dia adalah penjaga gawang Persebaya Surabaya yang sukses menggagalkan tendangan dua pilar PSMS, Zada dan oktaviani, hingga akhirnya mengantarkan Persebaya memasuiki kasta tertinggi sepakbola Indonesia.

Saya yakin selama ini public sepakbola Indonesia bila menyebut Persebaya akan selalu tertuju ke nama-nama seperti Anang Ma’ruf, Mat Halil, M. Taufik, Jairon Feliciano atau pemain muda Andik. Jarang kita akan menyebut nama Hendra. Namun aksinya semalam saya yakin akan membuat public sepakbola Indonesia terlebih Bonek ( Fans berat Persebaya) akan lebih mengingatnya. Maka bias jadi ditengah ketidakpercayaan pemain PSMS harus kalah lewat babak adu penalty Hendra akan bersyukur dengan adanya babk tersebut.


Bookmark and Share Selengkapnya...

Optimisme "Yes We Can"

Oleh Sindhunata

Dalam hal politik dan ekonomi, Amerika Serikat adalah negara superpower. Tetapi, dalam hal sepak bola, mereka hanyalah negara berkembang. Maka, adalah sebuah sensasi besar bahwa mereka bisa memaksa kesebelasan Spanyol—salah satu superpower sepak bola—bertekuk lutut.

Memang layak bila kesebelasan Spanyol digelari superpower. Dalam tiga tahun terakhir ini, hanya sekali "La Furia Roja" kalah saat dipecundangi Romania 0-1 pada 16 November 2006. Setelah itu, dalam 35 pertandingan mereka tak pernah lagi kalah. Malah menjelang Piala Konfederasi 2009 ini, 15 kali berturut-turut mereka menang.


Kata penyerang Spanyol, Fernando Torres, "Kemenangan berturut-turut itu bukan hanya karena kami bermain dengan baik, tetapi lebih-lebih karena secara manusiawi kesebelasan kami luar biasa harmonis. Kami saling mengenal satu sama lain sejak kami bermain dalam tim yunior."

Dengan modal kemenangan yang demikian meyakinkan, di tambah spirit kebersamaan yang demikian kental, Spanyol merasa pasti, mereka akan sampai ke final. "Kami akan menulis sejarah," kata Torres menjelang pertandingan melawan AS.

"Kami harus serius menghadapi Amerika walau terus terang kami sudah bermimpi akan bertemu dengan Brasil di final," kata Pelatih Vicente del Bosque.

Ternyata bukan David Villa atau Torres yang membobol gawang Tim Howard. Malah Jozy Altidore dan Clint Dempsey yang rnengobrak-abrik gawang Iker Casillas. "Superpower Spanyol" itu akhirnya tumbang di kaki "negara berkembang Amerika Serikat", dengan 0-2. Tak ada yang mengira, "US boys" bisa menggilas Spanyol.

"'The Yanks' telah menarik kita kembali ke bumi," begitu tulis koran sport Spanyol, La Marca.

Pemain dan publik Amerika sendiri juga terheran-heran atas kemenangan itu. "Lebih daripada Anda, saya juga tidak dapat berkata apa-apa tentang kemenangan ini," kata kiper Tim Howard. "Miracle on grass (Keajaiban di atas rumput)", demikian The New York Times mengomentari kemenangan itu.

Kata-kata itu jelas mengasosiasikan pada legenda Miracle on Ice (keajaiban di atas es), penggambaran yang dipakai untuk memuja tim hoki es amatir AS yang berhasil menggulingkan raksasa hoki es Uni Soviet dalam Olimpiade Musim Dingin tahun 1980.

Euforia kehebatan Amerika tiba-tiba bangkit lagi. Kata kolumnis olahraga Jamie Trecke, "Inilah kemenangan yang membuat fans Amerika gembira luar biasa. Kami menang melawan tim besar, dalam pertandingan besar, dan di tanah asing pula. Inilah kemenangan besar dalam sejarah sepak bola Amerika. Inilah kali pertama Amerika menundukkan tim nomor satu dunia sejak kami mengalahkan Brasil dalam Gold Cup tahun 1998. Malam itu pahlawan kami adalah kiper Kasey Keller. Ia menahan tembakan pasukan Brasil sampai 35 kali."

Memang kemenangan AS atas Spanyol bisa dibilang suatu keajaiban. Namun, seperti diakui Pelatih Jerman Joachim Loew, kemenangan itu juga disebabkan mereka mempunyai organisasi permainan yang amat rapi dan efektif. Dan selain itu, kata Loew, "Mereka mempunyai semangat juang yang gigih." Dan khas bagi orang Amerika, di balik semangat juang itu adalah rasa optimis yang luar biasa.

Rasa optimis itu hidup dalam segala bidang. Tidak hanya dalam olahraga, tetapi juga dalam politik. Dengan optimisme itulah mereka yakin bisa mengubah dirinya, negaranya, dan bahkan dunia semesta. Dalam hal ini, ingatlah kata-kata Presiden Barack Obama, "Yes we can", yang diucapkannya dalam kampanye-kampanye menjelang ia terpilih sebagai presiden.

"Kami dapat menyelamatkan negara ini. Kami dapat menggapai masa depan kami. Jatuh atau bangun, kami akan terus mencintai negeri kami. Kami akan terus berharap sejauh kami masih bernapas. Terhadap mereka yang sinis, ragu, dan takut, marilah kita katakan, spirit dari rakyat Amerika terangkum dalam tiga kata ini, yes we can," kata Obama menjelang ia mendekati Gedung Putih.

Kata-kata Obama itu diucapkan ketika AS sedang dilanda krisis. Seperti diakuinya sendiri, kata-katanya itu banyak diinspirasikan oleh Thomas Paine (1737-1809), pemikir liberal Amerika, yang tahun ini merayakan ulang tahunnya ke-200. Tahun 1776, Paine menulis karya The American Crisis. Menjelang kemerdekaannya, rakyat Amerika kehilangan segala-galanya Belum lagi, mereka terbenam dalam musim dingin berkepanjangan. Mereka tak mempunyai apa-apa lagi, kecuali harapan dan kesungguhan. Harapan dan kesungguhan, itulah kata-kata Paine yang diingat oleh hampir setiap orang Amerika.

Dengan kata-kata ini, George Washington pernah menyemangati tentara Amerika, sampai mereka memperoleh kemenangan yang berarti di New Jersey, Natal 1776, ketika mereka harus berjuang mempertahankan kemerdekaan negaranya. Dengan kata-kata itu pula, Obama menggugah semangat rakyat AS untuk memulai zaman baru setelah mereka terpuruk di bawah pemerintahan Presiden Bush.

Optimisme yang lahir dari harapan dan kesungguhan itu bangkit setiap kali Amerika terpuruk. Kiranya, optimisme itu pula yang mewarnai kesebelasan AS kali mi. Tak heran, setelah dikepruk Italia, 3-1, dan dihajar Brasil, 3-0, Amerika bangkit dengan memukul Mesir, 3-0, dan menjungkirkan Spanyol, 2-0.

Anak-anak asuhan Bob Bradley ini sadar, dalam hal bola, mereka hanyalah "negara berkembang" di depan superpower Brasil, yang akan mereka hadapi di final Senin dini hari WIB. Namun, the miracle on grass bisa saja terjadi, apalagi bila anak-anak Amerika sedang dilanda optimisme yang lahir dari spirit khas mereka, yakni harapan dan kesungguhan.

diambil dari http://www.kompas.com
Bookmark and Share Selengkapnya...

Rasisme dalam sepakbola

Satu masalah besar dalam dunia sepakbola ini adalah permasalahan rasisme. Padahal Anggaran Dasar Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) pun telah mengasaskan, sepak bola bertekad menjadi sarana melunturkan semua prasangka. Apapun itu bentuknya dan salah satu yang dilarang dan akan dilawan adalah masalah Rasisme.



saya begitu tercengang sewaktu tahu bahwa Lazio, sebuah klub sepakbola besar anggota seri A Italia ternyata memiliki suporter yang terkenal sangat rasis. Mereka selalu melakukan penghinaan dan ledekan-ledekan kepada pemain klub lawan yang berkulit hitam. Sehingga untuk menghilangkan sifat ini manajemen klub Lazio mengontrak Marco Liverani, seorang pemain berkulit hitam hanya untuk mengurangi sikap suporternya tersebut. Tetapi, bukan suporternya yang berubah malah sang pemain yang harus angkat kaki karena tidak nyaman dengan perilaku suporternya.

Ternyata Suporter klub Lazio memang sudah lama dikenal sebagai kubu paling rasis di antara seluruh kubu pendukung klub-klub Seri A di Liga Italia. Maklum saja, dulu klub ini adalah klub kecintaan diktator Italia, Benito Mussolini. Tak mengherankan bila pendukung fanatik kesebelasan ini enak saja menghina pemain Lazio yang menurut mereka tak pantas mewakili klub kesayangannya.

Aron Winter, pemain nasional Belanda, adalah pesepak bola kulit hitam lainnya yang terkena tindakan tidak mengenakkan dari suporter Lazio. Ketika pada 1992 Aron Winter datang ke Lazio, ia disambut sebuah spanduk besar yang dengan sangat menghina menyebutnya ''Yahudi Negro''. Para pendukung Lazio ini jelas tak cukup mengenal Winter. Ia sama sekali bukan Yahudi, sebab nama tengahnya adalah Mohammed.
Saya juga masih teringat bagaimana ketika, Samuel Eto’o. pemain Barcelona asal Kamerun menolak untuk meneruskan permainan dalam suatu pertandingan. Hal ini terjadi bukan karena ia cedera atau diganti oleh pemain lain tetapi dikarenakan ia menerima perlakuan yang tidak manusiawi dari supporter klub lawan. Maka menangislah ia sambil keluar lapangan.

Siapa juga yang nggak kenal dengan Frank Rijkaard dan Ruud Gulit. Kedua pemain ini, sewaktu bermain di AC Milan, merupakan pemain sepakbola yang sangat dinantikan aksinya dalam setiap pertandingan. Semua sepakat bahwa kedua pemain inilah yang saat itu menjadi daya tarik bagi sepakbola Italia. Tetapi, apa yang didapat oleh keduanya? Mereka tidak mendapta penghargaan, malah sebaliknya cacian bernada rasisme yang mereka terima. Hingga membuat Arrigo Sacchi, pelatih AC Milan saat itu, kesal dengan apa yang dialami oleh anak asuhnya itu.

Dan yang paling terakhir tentunya kita masih ingat tragedy final piala Dunia 2006 antara Italy dan Perancis. Konflik ini melibatkan Zinedine Zidane dan Marco Materazzi. Saat itu semua penggemar sepakbola pasti terkejut dengan ulah yang dilakukan oleh Zidane terhadap Materazzi. Kasus ini semapt nggak jelas. Namun, menurut Zidane ia telah dihina dengan cacian bernada rasisme yang keluar dari mulut Marco Materazzi.

Yang masalahnya isu rasisme ini juga udah merembet-rembet ke sepakbola dalam negeri. Bangsa kita yang katanya ramah, santun dan pemurah kini udah mulai sok ikut-ikutan ulah fans luar negeri. Padahal seharusnya kita niru itu yang bagus seperti beli tiket kalo nonton, gak ngelempar-lempar, eh ini malah yang gak bener yang diikutin. Pemain seperi Alexander Pulalo, Eli Aiboy, Ortisan Salosa pernah mengalami tindakan pelecehan berbau rasis ini.

Ya, berbicara masalah Rasisme berarti kita berbicara tentang masalah penindasan serta ketidakadilan. Penindasan terhadap martabat dan kehormatan manusia. Fakta berbicara akibat semangat rasisme banyak nyawa yang harus terbuang percuma. Silakan anda tanyakan hal tersebut kepad Fuhler Hitler. Berapa banyak nyawa orang Yahudi yang harus ia bunuh akibat ketidaksukaannya serta pandangan bahwa ras Aria lah yang paling unggul. Dan jangan lupa untuk selalu mengingat apa yang dilakukan para pemimpin Serbia terhadap umat muslim di Bosnia sana. Berapa puluh juta rakyat Bosnia harus kehilangan nyawanya hanya akibat ketidaksukaan mereka terhadap apa yang dipercayai oleh kaum muslim di Bosnia sana. Lo kok jadi kesana ya?

Memang, nggak jelas kapan isu rasisme mulai memasuki serta mengotori dunia sepak bola. Ada yang meyakini kalo isu rasisme mulai terdengar dalam dunia sepakbola sejak Arthur Wharton, pemain kulit hitam profesional pertama, meneken kontrak bersama klub Inggris, Darlington, pada 1889. Sejak saat itu, setiap kali Wharton belaga di kandang lawan, pertandingan nyaris tak pernah sepi dari lontaran-lontaran berbau rasial. (Republika, 27/11/04)

Parahnya, tindakan rasialis dalam sepak bola juga merembet pada perbedaan yang sifatnya politis. Bahkan pada Piala Dunia 1934 di Italia, nyata benar Mussolini mempertontonkan superioritas fasisme atau Hitler (yang merefresentasikan Jerman dengan NAZI-nya). Sepakbola dipolitisir.

Di tahun 1993/1994, sponsor Liga Primer Inggris, Carling, mengadakan survey terhadap para fans liga primer. Hasilnya sungguh mengejutkan; hanya satu persen para penggemar yang mendeskripsikan dirinya tak bermasalah dengan pemain berkulit hitam. Ini menggambarkan masih kuatnya rasisme di kalangan para penggemar sepak bola tradisional.

Tetep lestarinya rasisme lebih karena rendahnya cara berpikir masyarakat. Terutama individu pelakunya. Rendahnya cara berpikir ini boleh jadi terpancing oleh panasnya iklim kompetisi sepak bola yang menjamur di negeri-negeri Eropa. Dengan gaya hidup sekuler-kapitalis, dukungan penuh dari penggemar terhadap tim favoritnya bisa berujung pada tindakan rasisme, bentrokan antar fans, hingga kerusuhan di luar stadion.

Tak heran jika di Eropa, rasisme merupakan masalah besar bagi sepak bola, sama besarnya dengan masalah hooliganisme. Ya, karena kompetisi sepak bola lah yang membidani lahirnya masalah ini. So, selama hajatan sepak bola masih digelar setiap tahunnya dan selama gaya hidup kapitalis sekuler masih dipake, selama itu pula benih-benih rasisme siap tumbuh dan berkembang untuk mencari korban. Ih syereem deh!
Nah, bagi kamu-kamu yang masih berpikiran jernih dan mengaku mencitai sepakbola maka mari kita dukung kampanye yang digulirkan FIFA dengan tajuk Lets kick racism out of football! Yah mari kita tendang sekencang-kencang dan jauh-jauh sikap ini dari dunia sepakbola, bahkan dari kehidupan dunia seutuhnya. Merdeka! Hehehe keterlaluan semangat nih.

Maka dari itu sejumlah aturan diterapkan oleh seluruh negara untuk mengusir hantu Rasisme dari dunia sepakbola. Jumlahnya lumayan gede loh, ambil contoh denda yang dijatuhkan oleh federasi sepakbola Spanyol kepada Real Zaragoza Karena perlakuan rasis suporternya terhadap striker Barcelona Samuel Eto’o. gak tanggung2 dendanya itu senilai 11.000 Dolar As. Kalikan aja ama kurs sekarang. Gak kebayang kalo yang kena klub Indonesia, bisa habis tuh dana APBD (hehehhe….)

Indonesia juga gak mau ketinggalan, dalam kode disiplin PSSI 2008, soal rasis ini masuk dalam pasal 59. Yang dikategorikan rasis adalah melakukan tindakan diskriminatif, meremehkan, melecehkan dengan cara apapun dengan tujuan menyerang atau menjatuhkan nama baik orang terkait dengan pertandingan, warna kulit, bahasa, agama, atau suku. Bila terbukti maka hukumannya sangat berat. Apabila dilakukan pemain hukumannya adalah 5 kali tidak boleh bertanding. Bila dilakukan suporter, bisa dihukum 6 bulan tidak boleh datang ke stadion serta denda Rp 200 juta (ditanggung klub). Bila dilakukan ofisial maka akan didenda paling sedikit Rp 300 juta. Ihhh serem kan tuh denda, makanya jangan coba-coba deh melakukan tindakan Rasisme.

Lalu gimana caranya yah buat menghilangkan sifat Rasis itu? Sebetulnya caranya gampang mari kita kembali ke rumus bahwa semua manusia itu sebenarnya derajatnya sama. Gak ada bangsa yang satu lebih unggul dari bangsa yang lain. Bagi mereka yang menganggap bangsa kulit putih lebih unggul dari bangsa kulit hitam itu sesungguhnya pemikaran yang tidak berdasar. Nggak ada pemikiran ilmiah yang sanggup membuktikan teori tersebut. Ingat kita hidup di dunia modern, jadi jangan percaya lagi yang namanya mitos nenek moyang atau memang dari sononya.

Dulu memang pada tahun 1931 ahli-ahl Amerika pernah membuat suatu ujicoba antara bayi-bayi kulit putih dengan bayi-bayi kulit hitam. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa bayi-bayi kulit putih memiliki keunggulan dibandingkan denga bayi-bayi kulit hitam. Tetapi, setelh diselidiki ternya antara kedua bayi yang dijadikan sample tidak berimbang. Yang bayi kulit putih diberi gizi dan makanan yang cukup sedangkan yang kulitputih tidak. Hehehe mo maen curang ye ini ilmuwan.
Jadi sekali lagi teori-teori rasisme itu bukanlah suatu hal yang ilmiah dan memiliki dasar argumen yang baik. Seandainya dikaitkan denga ilmu pengetahuan itu hanyalah suatu usaha untuk menutupi alasan-alasan yang secara social tidak dapat diterima.
Bicara masalah rasialisme maka kita bicara sejarahnya yang panjang. Masalah Rasialisme telah muncul hampir sama tuanya dengan peradaban manusia dan tidaklah bertambah baik seiring kemajuan jaman. Kitab Suci telah mencatat peristiwa rasialis yang terjadi di Tanah Mesir ribuan tahun yang lalu ketika bangsa Yahudi diperbudak oleh bangsa Mesir, dimana Musa lantas memimpin bangsa Yahudi keluar dari tanah Mesir menuju Israel. Ketika orang mengira bahwa masalah rasialisme telah berkurang di jaman modern seperti sekarang ini, maka mata dunia dibuka oleh banyaknya korban jiwa yang jatuh, sehingga baru disadari bahwa masalah rasialisme belumlah selesai, pun sampai hari ini ketika kita telah menjalani sebuah milenium baru.

Untuk mengetahui asal mula rasialisme, kita harus melihat jauh kebelakang. Pandangan merendahkan bangsa lain mulai tumbuh ketika sistem penghisapan ekonomi melalui perbudakan dimulai. Perbudakan berawal saat, pemerintah dan beberapa pihak mencari tenaga kerja yang murah. Berbagai cara ditempuh seperti menaklukan bangsa lain lalu menjadikan mereka sebagai budak atau membeli dari para pedagang budak. Bangsa yang kalah perang dianggap sebagai bangsa yang inferior (lebih rendah) dan sang pemenang dapat melakukan apa saja terhadap mereka, termasuk mengirim mereka ke arena Gladiator sebagai hiburan.

Bahaya rasialisme baru disadari oleh dunia saat terjadi pembantaian secara sistematis yang dilakukan oleh Nazi terhadap etnis yahudi-eropa. Momen perang dunia II yang meminta korban bangsa Yahudi yang sangat besar. Pembantaian secara besar-besaran oleh Hitler dan Nazi dilakukan dengan cara membangun kamp-kamp konsentrasi. Kamp Konsentrasi tersebut menjadi tempat pembantaian para bangsa Yahudi. Kebencian Nazi terhadap keturunan Yahudi muncul karena keturunan Yahudi dianggap sebagai penyebab kekalahan Jerman pada Perang Dunia I, dan sementara ekonomi Jerman mengalami kesulitan, para keturunan Yahudi tetap sukses memegang peranan ekonomi yang besar di Jerman. Namun alasan ini patut dipertanyakan kembali jika melihat kenyataan bahwa bukan hanya 6 juta orang Yahudi yang mati di tangan Nazi, melainkan juga 5 juta etnik non Aria lainnya seperti Gipsi, kaum Homo seksual, keturunan Asia dan lainnya. Dalam propagandanya Nazi memang kental mengusung isu rasialisme dengan memberi fokus pada keunggulan ras mereka, yaitu ras Aria.

Bookmark and Share Selengkapnya...

Suporter Sepakbola

Sepakbola tanpa Suporter ibarat rendang tanpa daging. Gak enak. Makanya banyak pihak mengibaratkan supporter itu ibarat pemain kedua belas bagi suatu klub sepakbola, selain tentunya juga menjadi sumber pendapatan. Terlebih di era ketika sepakbola sudah mejadi kekuatan ekonomi, maka peran supporter menjadi sesuatu yang fital bagi keberhasilan suatu klub.


Menurut pak Suryanto dari Fakultas Psikologi Universitas Airlngga Surabaya, (http://suryanto.blog.unair.ac.id) makna Suporter itu beda dengan makna penonton biasa. Secara harfiah, istilah “penonton” berasal dari awalan pe- dan kata kerja tonton dalam bahasa Indonesia. Awalan pe- dalam hal ini berarti orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja. Bila kata kerjanya tonton, maka penonton berarti orang yang menyaksikan suatu pertunjukan atau tontonan.

Sementara itu menurut akar katanya, kata “suporter “ berasal dari kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict) –er. To support artinya mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku. Jadi suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan.

Dilihat dari kedua pengertian di atas jelaslah apabila antara ‘penonton’ dan ‘suporter’ memiliki makna yang berbeda, terlebih lagi apabila kata tersebut digunakan dalam persepakbolaan. Penonton adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga bersifat pasif. Sementara itu suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim.

Atau bahasa sederhanya begini: penonton adalah mereka yang hanya ingin menonton sepakbola aja, tanpa perduli dukung mendukung pada suatu tim, mereka hanya ingin menikmati permainan cantik sepakbola sedang mengenai klub mana yang didukung itu nomor sekian. Sedangkan suporter adalah penonton sepakbola yang mendukung satu tim tertentu, dan siap menyerahkan seluruh tenaganya dalam memotivasi klub kesayangannya tersebut.

Suporter sepakbola dengan suporter olahraga lain banyak perbedaannya. Yang pertama jumlahnya lebh besar, ini mungkin karena stadion yang digunakan juga berukuran besar. Stadion Utama Bung Karno saja bisa memuat 100.000 lebih penonton dalam satu pertandingan. Suporter sepakbola juga dikenal lebih atraktif, lihat aja pertandingan sepakbola didalam negeri kita akan melihat tingkah-tingkah kreatif mereka yang sekarang juga menjalar ke cabang olahrga lainnya. Suporter sepakbola juga lebih dikenal memiliki fanatisme yang tinggi bahkan cenderung suka kelewat batas.
Suporter adalah potret kebersamaan. Kita bisa melihat bagaimana konsep “bangsa” tiba-tiba menyeruak di antara reruntuhan nasionalisme. Kita bisa merasakan semangat solidaritas ini bisa terlihat sewaktu digelar hajatan Piala Asia 2007 yang lalu. Disana kita bisa merakasan kembali kesatuan sebagai bangsa Indonesia yang telah lama hilang terseret arus kapitalisme dan globalisasi. Bagaimana dengan gagahnya para penonton saat itu bangga menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lagu yang jarang sudah kita kenal. Begitu juga bagaimana dengan pedenya kita yakin mampu bersaing dengan negara-negara seperti Arab Saudi dan Korea Selatan, yang sudah lama terkanal sebagai macan sepakbola di Asia.

Cerita lain dating dari Serbia. Sewaktu mereka membantai negara Islam Bosnia, suporter sepakbola dijadikan sebagai agen mencari relawan. Bahkan salah satu pemimpin pejuang Serbia adlah seorang holiggan daru klub Red Star Beograde.
Suporter adalah nyawa sepakbola. Suporterlah yang membuat ramai pertandingan. Bahkan suporterlah yang menghidupkan sepak bola itu sendiri. Dinegara maju, suporter mereka sudah cerdas, walaupun kadang ada beberapa kasus yang memalukan. Suporter yang cerdas adalah suporter spotif, tidak anarkis, tidak lugu, punya pengetahuan dan kepedulian terhadap timnnya.

Tingkah polah merekapun macam-macam. Dari mulai bersorak untuk memberi semangat, marah jika timnya dicurangi, berkomentar, sampai memberikan masukan pada tim kesayangannya tentang pelatih yang harus diganti atau dipertahankan, pemain yang layak atau tidak layak, pemain yang harus didatangkan, dan yang labih menarik, penonton disana akan memberikan applaus kepada tim lawan bila mereka bermain cantik, dan sebaliknya memberikan cemoohan kepada tim kesayangannya bila mereka bermain buruk.

Suporter yang baik adalah suporter yang selalu memberikan masukan sebagai bentuk perhatian. Suporter yang selalu memberikan dukungan bila timnya bermain bagus, dan tentu saja memberikan catatan bahkan cemoohan bila timnya bermain buruk. Mereka tidak loyalitas buta untuk terus mendukung timnya sejelek apapun timnya bermain. Makanya, jangan heran bila dibanyak pertandingan kita menyaksikan ada suporter yang meninggalkan lapangan pertandingan sebelum berakhir sebagai protes terhadap timnya yang bermain buruk. Bahkan dalam beberapa kasus ada suporter tim tuan rumah yang mendukung tim tamu sebagai protes karena tim dukungannya bermain buruk dan mengecewakan.

Tim yang tahu begitu berharganya suporter tentu sangat menjaga mereka. Banyak tim mendirikan Klub-klub suporter, misalnya MU Fansclub, Interisti, Milanisti, Aremania, Jackmania, dan lain-lain. Tim yang baik sekaliber Milan dan Madrid sangat mendengarkan saran dan masukan serta kepuasan suporternya, agar mereka tidak ditinggalkan. Jarang sekali mereka menyinggung perasaan suporter. Setiap masukan mereka terima, komentar buruk mereka terima. Cemoohan mereka terima. Untuk kemudian mereka memperbaiki timnya.

Kadang ada saja suporter memberi komentar pribadi kepada pemain kesukaannya. Pemain sekaliber Ronaldo dan Ronaldinho, pemegang dua kali gelar pemain terbaik sejagad, pernah dicemooh suporter. Ketika permainan mereka menurun, suporter menuduh mereka kelebihan berat badan . Kelebihan berat badan ini katanya akibat dari perilaku hidupnya yang sering hura-hura (hidupnya mewah sih...), malas latihan dan sering keluar malam. Apakah mereka marah diserang sampai kepada kehidupan pribadinya! Ya, mereka marah sebentar, namun mereka cepat sadar, untuk kemudian kembali berlatih dan menjaga pola hidup mereka. Hasilnya terlihat sekarang, Ronaldo mulai membaik, Ronaldinho mulai menemukan permainannya kembali.

Keberadaan supporter atau pendukung merupakan salah satu pilar penting yang wajib ada dalam suatu pertandingan sepakbola agar suasana tidak terasa hambar dan tanpa makna. Kehadiran supporter dalam mendukung negaranya masing-masing sangat terasa efeknya dalam mengobarkan semangat bertanding dalam diri para pemain. Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para supporter mungkin sama efeknya dengan energi yang dimunculkan dari doping dalam memacu semangat, yaitu para pemain semakin bernafsu untuk mempersembahkan kemenangan untuk memuaskan para suporternya.

Kreatifitas suporter biasanya dilengkapi dengan berbagai atribut dan perlengkapan. Mulai dari aneka topi yang berwarna warni sesuai warna bendera Negara, syal, bendera, bertelanjang dada (untuk supporter pria) dengan tubuh dan wajah yang diolesi cat atau membawa terompet serta drum sebagai genderang untuk tetabuhan.
Bukti bagaimana suporter dapat merubah penampilan timnas, adalah sewaktu degelarnya hajatan Piala Dunia 2004 di Jepang dan Korea Selatan. Banyak pengamat yang saat itu kedua tuan rumah hanya akan jadi tim penghibur semata. Mereka hanya akan bergelar menjadi tuan rumah yang baik, tapi soal prestasi mereka belum bisa meraihnya.
Tapi apa yang terjadi kedua tuan rumah itu tampil mengejutkan. Terlebih Korea Selatan, yang mampu menembus babak semifinal, sanggup mengalahkan klub sekalas Italia, yang bertaburan bintang. Jelas ini mengjutkan, usut punya usut keberhasilan kore selatan saat itu ditentukan oleh semangat juang tinggi yang dimiliki oleh para pemainnya. Na, semangat juang tinggi ini hadir karena dukungan suporter yang membabi buta. Saat itu para suporter fanatic Korea Selatan mampu membuat seluaruh isi stadion berwarna merah, warna kebanngaan timnaas Korea Selatan, bahkan gak cukup hanya distadioan saja, sebelaum pertandingan berlangsung merek atelah menggelar pawai keliling kota-kota di Korea Selatan untuk membuat nyali tim lawan ciut, dan menambah daya juang pemain Korea Selatan.

Yah, inilah rahasia suksesnya Korea Selatan mampu bersaing dengan macan-macan sepakbola waktu itu. Selain tentunya tanagn dingin sang pelatih waktu Guus Hidink. Hehehe.. sebagai lelucon dan intermezzo, teman saya mengatakan bahwa Gus Hidink adalah orang belanda kelahiran Jawa Timur, mau tahu kenapa? Karena itu tadi nama depannya Guss. Hehehe.. Asli gak lucu ya?

Sejarah suporter sepakbola bisa dibilang sama tuanya dengan olahraga tersebut. Mereka sudah ada ketika sepakbola juga muncul. Tetapi peran mereka lebih terasa ketika sepakbola sudah dijadikan mesin industri. Negara eropa berperan penting dalam lahirnya kelompok-kelompok suporter. Diawali dengan Ultras di Italia, ketika itu apa yang dilakukan oleh ultaras cukup unik, mereka tidak hanya duduk diam sambil sedikit teriak saat menonton pertandingan sepakbola. Mereka juga melakukan aksi teatrikal lainnya, seperti bernyanyi bersama, memakai kostum yang sama, aneka jenis bendera, panji-panji dan spanduk raksasa, bom asapwarna-warni, nyala kembang api dan yang lainnya
Ultras memang menjadi pelopr sepakbola yang terorganisir dan memberikan warna baru bagi dunia sepakbola

Aksi mereka ini lalu diikuti dan menular kepada perilaku suporter lainnya seperti Tartan Army di Skotlandia, denmark dengan rolligannya. Bahkan klub-klub di eropa juga memiliki komunitas uporter seperti, Liverpudlian (suporternya Liverpool), Milanisti (AC Milan), Laziale (Lazio), Internisti (InterMilan), dan lain-lain.
Yah suporter sepakbola sudah menjadi kewajiban yang harus ada dalam setiap pertandingan sepakbola. Saking pentingnya mereka mendapat gelar sebagai pemain ke 12. saat ini suporter tidak hanya datang untuk menonton sepakbola, mereka juga yang menjadikan hidup suatu pertandingan.

Suporter memberi arti pada sebuah bisnis tontonan olahraga, khususnya sepakbola. Dalam bingkai sebuah pertunjukan, suporter saat ini mengambil dua peran sekaligus yaitu sebagai penampil (performer) dan penonton (audience). Sebagai penampil (performer) yang ikut menentukan jalannya pertandingan sepakbola, suporter kemudian menetapkan identitas yang membedakannya dengan penonton biasa. Suporter jauh lebih banyak bergerak, bersuara dan berkreasi di dalam stadion dibanding penonton yang terkadang hanya ingin menikmati suguhan permainan yang cantik dari kedua tim yang bertanding. Suporter dengan peran penyulut motivasi dan penghibur itu biasanya membentuk kerumunan dan menempati area atau tribun tertentu di dalam stadion. Para fanatik ini menemukan kebahagiaan dengan jalan mendukung secara all out tim kesayangannya, sekaligus memenuhi kebutuhan mereka akan ritus kepuasan yang tidak dapat dilakukan sendirian. Itulah sepak bola, yang begitu cepat bermutasi dari sekedar olahraga lalu menjadi suatu bisnis pertunjukan yang menghadirkan fenomena ritus sosial. (Aji Wibowo, dapat dilihat di www.bangunsuporter.blogspot.com)
Tapi itu tadi Suporter juga memiliki sifat buruk. Sifat ini kadang-kadang yang membuat klub serasa memakan buah simalakama. Selain atraktif suporter juga terkadang bersifat anarkis, yang dengannya membuat klub atau negara sering dirugikan. Lihat aja bagaimana akibat tragedy Heysel, klub-klub Inggris dilarang bermain di kompetisi antarklub Eropa. Begitu juga dengan pertandingan sepakbola di Indonesia, banyak kluab yang dihukum hingga ratusan juta rupiah akibat ulah yang dilakukan oleh suporternya.

Bookmark and Share Selengkapnya...

Sewindu Ikrar Hari Suporter Nasional 12 Juli (2000)

oleh : Bambang haryanto

Anda masih ingat tanggal 12 Juli adalah hari Suporter Nasional ? Kalau Anda lupa atau tidak hirau, saya maklum. Tetapi kalau Anda pernah duduk di bangku SD atau SMP, tanggal 12 Juli itu mungkin lebih Anda kenal sebagai Hari Koperasi.

Betul begitu ? Lalu Anda ingat Bung Hatta, yang semasa muda juga pemain sepakbola, sebagai Bapak Koperasi kita ?


angsung pula meloncat ke SMA, atau perguruan tinggi di luar negeri. Atau mungkin, bahkan begitu Anda lahir, dan ketika bersekolah maka untuk tingkat SD saja Anda pun tidaklah tamat. Di kalimat terakhir ini, jelas saya yang ngawur. Orang yang bisa akses Internet kok tak lulus SD ? Ngawur, kan ?

Kembali ke Hari Suporter Nasional, yang tanggal 12 Juli 2008, sudah sewindu umurnya. Sudah delapan tahun. Untuk sekedar merevitalisasi gagasan yang pernah kita sepakati bersama saat ide hari suporter nasional itu diluncurkan, Mayor Haristanto, saya dan beberapa teman dari Pasoepati Solo dan sekitarnya, mau bikin aksi. Aksi itu (foto)berupa happening art. Dengan melakukan aksi topo mbisu. Bersemedi dengan tidak mengeluarkan kata-kata.

Dengan hening itu, di tengah keriuhan perempatan Gladag Solo, mungkin ada gunanya dibanding aksi teriak-teriak. Toh teriak-teriak dari warga komunitas sepakbola Indonesia yang masih memiliki akal sehat selama ini, terkait kebobrokan dan wabah korupsi yang membelit sepakbola Indonesia, seolah menabrak tembok, bukan ?

Kami toh mencoba berteriak, tetapi dengan bahasa yang lain. Memakai bahasa keheningan. Melakukan sebuah inner journey, perjalanan ke dalam diri kita, untuk meneliti kembali komitmen kami dan kita sebagai suporter sepakbola, sebagai bagian dari komunitas sepakbola Indonesia.

Kami akan membentangkan poster. Antara lain berbunyi, “Suporter Indonesia = Useful Idiots ?” sampai “Suporter Indonesia, Suporter Myopia.” Katakanlah itu gugatan kami, kepada diri kami sendiri. Karena kami selama ini menderita myopia, cadok, rabun dekat. Kita hanya mampu melihat hal-hal yang dekat, misalnya fanatisme terhadap klub berdasarkan primodialisme yang berlebihan, bahkan rela dibela dengan nyawa.

Lalu merasa dengan kecadokan semacam itu kita merasa cukup. Merasa sehat. Merasa dunia sepakbola kita sudah beres-beres saja. Kita tidak menyadari terancam hanya menjadi useful idiot, orang-orang yang bagai kerbau dicocok hidung, karena tidak berani memiliki fikiran atau pendirian yang mandiri. Konflik-konflik antarsuporter itu mungkin sengaja “dipelihara,” seperti halnya pelbagai konflik di tanah air, sehingga dapat memberikan keuntungan kepada sekelompok aktor intelektual tertentu.

Misalnya, konflik antarsuporter itu dapat “dibisniskan” dalam bentuk ajang pertemuan antarsuporter, membuat deklarasi ini dan itu, dan ketika waktu berjalan semua hal itu mudah terlupakan. Ingat, bangsa kita adalah bangsa yang pelupa. Lalu ketika muncul konflik antarsuporter lagi, terlebih lagi dengan munculnya korban jiwa, maka siklus bisnis itu berjalan kembali. Kecadokan kita yang dipelihara untuk meraih keuntungan.

Ritus dari siklus-siklus semacam sudah membuat kita kebal, sehingga mungkin sudah kita tidurkan apa itu yang namanya hati nurani. Akibatnya kemudian, kita menjadi tak hirau dengan apa yang terjadi di Senayan. Di kantor PSSI selama ini.

Gerontokrasi di PSSI. Persoalan sepakbola kita sudah terlalu besar untuk bisa kita cerna. Berdasar pemikiran itu sering membuat kita, para supporter berpendapat bahwa kita serahkan saja setotalnya, bahasa Jawanya pasrah bongkokan, kepada mereka-mereka yang kita anggap memiliki keahlian dan komitmen. Tetapi ketika korupsi juga meruyak ke sana, bahkan merasuk kepada pimpinan puncaknya, apa lagi yang bisa kita harap dari mereka ?

Mari kita mencoba mendengar pandangan orang lain. Ia bukan dari kelompok suporter, juga bukan orang dalam sepakbola. Azrul Ananda, bos muda Jawa Pos Group ketika memperingati 59 tahun harian Jawa Pos (Jawa Pos,1-2/7/2008) juga ikut menyentil kondisi persepakbolaan kita. Ia membandingkan saat bertemu dengan orang-orang koran, yang ia sebut sebagai orang-orang yang sudah tua, dengan acara lainnya ketika ia bertemu dengan orang-orang teras sepakbola kita.

“Orang-orang yang mengurusi sepakbola itu masih sama dengan orang-orang yang saya baca di koran waktu masih SD dulu. Hanya satu atau dua yang usianya tidak jauh dari saya. yang lebih muda dari saya hanya pemain,” tulisnya dalam artikel berjudul Newspaper is Dead (Jawa Pos, 1/7/08).

Saya berpikir, lanjut Azrul Ananda, apa karena ini ya sepakbola Indonesia tidak maju-maju ? Ilmu yang sama diputar-putar sampai habis. Orang yang satu pindah ke tempat lain, memutar-mutar ilmu yang sama sampai habis.

Padahal, lingkungan sudah berubah. Ada beberapa tingkatan generasi baru yang lebih tahu tentang ilmu-ilmu baru. Mereka hanya belum mendapat kesempatan untuk menjajal ilmu-ilmu baru itu, lalu mengetahui kelemahan dan kesalahannya, karena orang-orang lama terus memaksakan ilmu-ilmu lama.

Delapan tahun lalu, di kantor Tabloid Bola, saya mencetuskan hari suporter nasional. Rekan-rekan lain, baik dari Pasoepati, Aremania, The Jakmania dan Viking, menyetujuinya. Terima kasih. Mudah-mudahan delapan tahun kemudian para sahabat saya itu masih juga menyetujui gagasan saya yang tertulis ini : mari kita hentikan status kita yang nyaris hanya ibarat sebagai kerbau yang dicocok hidung dalam konstelasi persepakbolaan nasional. Kita harus bangkit. Bersuara. Beraksi. Dengan dimulai dari perjalanan ke dalam diri sendiri, mengasah ketajaman hati nurani, pikir dan dan pena kita, demi masa depan yang lebih cerah dari sepakbola Indonesia kita tercinta. Saya yakin, dalam melangkah ke depan saya tidak akan berjalan sendirian.

Wonogiri, 11 Juli 2008
Bookmark and Share Selengkapnya...

SuperDepok di Depok Fair 09

Rekan-rekan SuperDepok hadir di Depok Fair 09 yang berlangsung di halaman Balaikota Depok 12-21 Juni 09. hadiri standnya yang berada di Blok E6... Bagi yang ingin membeli merchandise Persikad dan SuperDepok jangan lewatkan kesempatan ini...




Bookmark and Share Selengkapnya...

Fenomena Sepakbola

Siapa yang nggak kenal olahraga sepakbola? Pastinya kita semua kenal dong, apalagi yang sengaja membeli buku ini. Kalo saat ini masih ada yang gak kenal olahraga ini pastinya ini orang aneh. Kita tahu ini adalah olahraga paling popular dan paling disukai oleh masyarakat di bumi ini. Gak percaya? Silakan buktikan sendiri dengan menanyai setiap orang yang anda kenal hehehe…

Penyuka olahraga ini gak kenal usia, dari yang muda ampe yang tua semua sepakat dan kompak kalo ngobrolin yang namanya sepakbola. Emang gak semua orang bisa memainkannya. Tetapi, bisa dipastikan yang gak bisa maen juga seorang penikmat sepakbola. Begitu juga olahraga ini gak hanya milik kaum adam saja, banyak kaum hawa yang suka olahrga ini, bahkan mereka bela-belain untuk menonton langsung ke stadion.


Penyuka olahraga ini tidak hanya kamu Adam atau para pria. kaum hawa banyak juga yang menjadi penggemar olahrga ini. Gak jarang banyak dari mereka yang merelakan hadir ke stadion untuk menonton kesebelasan kesayangannya bermain. Dari mulia menemani pacarnya sampai memang yang benar-benar hobi pada olahraga tersebut.

Sepakbola juga tidak mengenal sekat negara. Lihat aja walaupun kita di Indonesia, namun banyak juga yang menjadi penggemar klub-klub negara-negara besar eropa. Bahkan ada juga loh yang menjadi pecinta tim nasional negara lain. Bahkan kecintaannya bisa lebih kental dibandingkan ketika ia mencintai timnas PSSI.

Olahraga ini juga sangat banyak variannya. Ada yang namanya sepakbola pantai, kemudian ada juga sepakbola dalam ruangan. Dan yang sekarang lagi trend adalah futsal. Olahrga ini juga gampang-gampang saja untuk dimainkan, asal ada tanah lapang dan satu bola maka kita bisa bermain, walau hanya sekedar kucing-kucingan kapan saja.

Yap, olahraga ini memang fenomenal dan menakjubkan. lihat aja ketika Liga Inggris tidak ditayangkan lagi oleh televise konvensional dan beralih ke televise berlangganan yang tentunya harus mengeluarkan kocek lebih untuk menonton satu pertandingan aja, berapa banyak masyarakat yang demo.

Di negeri ini aja ada media olahraga harian yang 80% lebih isinya berita tentang sepakbola dari berbagai negara, dan bisa ditebak harian itu sangat sukses dengan oplah yang sangat besar. Acara-acara nonton bareng pertandingan sepakbola juga banyak diadakan terutama di café-café sebagai salah satau ajang untuk menarik minat pengunjung, begitu juga penjulan merchandise yang berbau sepakbola (emang gimana baunya?) sangat laris manis. Ini menjadi bukti bahwa olahraga ini memang benar-benar menjadi olahraganya mayoritas masyarakat dunia.

Begitulah sepakbola. Ia layaknya bola salju yang meluncur dari atas dan semakin membesar sampai kebawah. Bahkan sampai ada yang memprediksi kedepan sepakbola itu bisa menjadi budaya baru.

Yang hebatnya Cabang olahraga paling populer di muka bumi itu pernah dinominasikan menjadi salah satu kandidat penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2001 oleh Akademi Swedia. Menurut International Herald Tribune, sepak bola dipilih karena dinilai bisa menjembatani saling pengertian antarbudaya.

Sepakbola oleh beberapa kalangan diperlakukan berlebihan di Argentina misalnya, sekalompok orang yang menjadi penggemar Diego Armando Maradona, sepakat untuk menganggap sang maestro sepakbola Argentina itu sebagai tuhan mereka. Gak cukup sampai disitu mereka juga komplit membuat rumah ibadah dan tatacara ritualnya. Bahkan dari berita terbaru yang diturunkan oleh harian republika (31/10/08) agama ini memiliki jamaah aktif sejumlah 300 orang, sedangkan 120 ribu lainnya bergabung di dunia maya. Gak tanggung-tanggung saat merayakan ulang tahun ke 48 sang bintang, gereja ini membaptis ratusan jamaah baru. Bahkan sang legenda sepakbola itu sekarang dipanggil dengan D10S, yang dibaca dios, dimana ini kata dalam bahasa spanyol berarti tuhan. Ah, yang ini mah gak boleh diikuti ya..

Konon kabarnya di Inggris, sepakbola itu sudah menjadi civil religion. Apasih maksudnya? Civil religion , menurut Robert N Bellah, tidak dalam arti agama konvensional, atau agama yang sudah kita kenal selama ini. Tapi suatu bentuk kepercayaan dan gugusan nilai serta praktik yang memiliki semacam ‘teologi' dan ritual tertentu yang di dalam realisasinya menunjukkan kemiripan dengan agama. Boleh jadi ia adalah sebuah sistem atau praktik-praktik yang tidak ada hubungannya dengan agama.

Nah, bentuk ritual dari sepakbola itu adalah ketika para suporter rela membela klub kebanggaannya atau tim nasionalnya. Dukungan nggak cukup hanya sekadar bersorak dan jejingkrakan di tribun sepanjang pertandingan berlangsung, tapi seringkali mereka gelap mata dan saking cintanya, mereka rela berkorban demi klub pujaan hatinya. Pokoknya siap ‘gagah-gagahan', gak perduli kalo taruhannya nyawa. Demi kebanggaan mereka layaknya pejuang yang maju kemedan perang.

Bang Farid Gaban, dalam tulisannya di Koran Tempo edisi 13 Juni 2004 mengutip pendapatnya Eric Hobsbawm, sejarawan Inggris, yang menyebutkan bahwa sepak bola adalah salah satu bentuk ‘tradisi buatan’ (invented tradition) ,serangkaian praktik, yang dikendalikan oleh aturan tertentu dan memiliki sifat ritualistik serta simbolis. Jadi jangan heran kalo sepak bola sudah menjadi ’agama’ baru. Jangan kaget pula jika sebagian suporter klub Manchester United (MU) sampe rela membentangkan spanduk bertuliskan ’MU is My Religion’. Atau seperti berita diatas seputar diangkatnya Maradona menjadi tuhan baru oleh para penggemarnya.

Makanya kalo ada orang inggris yang pindah atau bertempat tinggal di negara lain yang dibawanya itu hanya 3F, yaitu Family, Friend and Footbal. Makanya di Inggris sono, kalo ada orang yang gak suka atau gak ngerti bola, belum layak jadi warga negara ratu Elizabeth tersebut.

Sepakbola memang magnet yang sangat hebat. Saking hebatnya ini olahraga memaksa para pebisnis untuk ikut-ikutan cari usaha di dalam aktifitas sihir sepakbola dewasa ini. Suatu hal yang sangat wajar, bila dilihat dari potensi keuntungan yang akan didapat dari olahraga ini. Ya... sepakbola yang awalnya digagas untuk menyalurkan hasrat manusia yang senang kompetisi dan perang memang telah berubah menjadi sebuah industri. Sebuah industri yang sangat menggiurkan. Bahkan saat ini, pada sebuah kompetisi yang sudah bertaraf profesional, campur tangan para pemilik modal kuat tidak bisa dihindarkan.

Kita dapat melihat bagaimana pengaruh modal Roman Abramovic dapat merubah prestasi Chelsea, dari sebuah tim papan tengah hingga berubah menjadi tim kelas dunia. Sejak kedatangan milyuiner asal Rusia ini Chelsea sukses mendatangkan pemain-pemain top dunia. Sebut saja nama-nama seperti Andriy Sevchenko, Michael Ballack. Didier Drogba. Bahkan Hernan Crespo juga pernah mangkal di Stamford Bridge. Atau bagaimana tiba-tiba seoarang miliyuner dari Dubai membeli Manchester City, klub yang sebelumnya dimiliki oleh Thaksin Sinawatra, lalu mendatangkan seorang Robinho dari Real Madrid.

Yah, sepakbola telah menjadi lingkaran dan kekuatan ekonomi yang luar biasa hebatnya. Tak susah untuk mencari contoh. Siapa tak kenal David Beckham? Rasanya hanya orang yang benar-benar tidak menyukai sepak bola yang tidak mengenalnya. Tampan, kaya raya, jago tendangan bebas dan umpan matang ke teman merupakan ciri yang ia miliki dan mudah diingat orang. Saat ini berada di klub LA Galaxy pasca meninggalkan Real Madrid yang telah ia bela selama 3 musim. Walau baru pada tahun terakhir kontribusinya bermanfaat mengatar Real Madrid ke tampuk juara La Liga namun David Beckham tetap dianggap ikon potensial penyumbang meraih peningkatan finansial klub khususnya di benua Asia melalui suvenir dan iklan. Dari semua usahanya, Real Madrid menjadi brand yang semakin dekat dengan kehidupan sosial para pendukungnya di seluruh dunia. Alhasil, ketika simpati sudah teraih, maka semua informasi dan produk yang dikeluarkan oleh Real Madrid merupakan hal yang dinanti. Makanya setiap event sepakbola yang digelar baik kompetsisi antarnegar maupun antar klub, selalu saja dimanfaatkan untuk mereguk keuntungan yang sebesar-besarnya

Maka dari itu banyak klub yang berlomba mendatangkan pemain bintang tak lebih semta untuk meningkat pendapatan klub tersebut. Walaupun terkadang sang pemain bintang sudah melwati masa-masa keemasannya. Ambil contoh ketika diawal-awal Liga Indonesia, ketika Pelita Jaya mendatangkan bintang-bintang tua seperti Roger Milla, Maboang Kesack hingga Mario Kempes. Saat itu terbukti dengan kedatangan mereka animo suporter menonton setiap laga Pelita Jaya bertambah besar, dan pastinya juga mengangkat harkat kompetisi sepakbola di Indonesia.

Itu bagi para pengusaha. Sedangkan disisi yang lain sepakbola juga dijadikan ‘harapan’ untuk menuju kekayaan melalui judi. Berapa banyak orang yang hobi sekali bermain tebak skor hasil suatu pertandingan. Judinya juga beragam dari yang mulai kelas kakap sampai yang recehan. Asli, kalo yangsatu ini kayaknya jangan ditiru dan diikutin deh, coz kaya melalui judi itu hanyalah utopia, mereka yang memang jadi bandat saja yang benar-benar kaya.

Sedangkan bagi sebagian orang lainnya sepakbola adalah harapan yang lain. Harapan yang ii lebih realistis. Ya, harapan untuk menjadikan hidup lebih baik. Coba saja tanyakan kepada anak-anak di negara-negara Afrika dan Amerika selatan. Mereka lebih memilih berlatih sepakbola, atau bermain sepakbola bersama kawan-kawannya dibandingkan dengan berangkat kesekolah. Mereka berharap para pencari bakat dari negara-negara besar dan klub-klub kaya meliriknya dan menjadikan mereka sebagai hartawan-hartawan baru.

Siapa sih yang nggak ingin kaya? Semua orang pasti ingin banyak uang dan mungkin saja ketenaran. Nah, sepak bola, ternyata sudah menciptakan mimpi dan harapan. Di Pantai Gading, para orangtua lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di SSB alias Sekolah Sepak Bola ketimbang di pendidikan formal. Harapannya cuma satu: pengen dapat duit dengan cara cepat dan cuma ngandelin keahlian bermain bola. Udah banyak contohnya. Didier Drogba, Kolo Toure dan Yaya Toure adalah para pemain Pantai Gading yang sukses. Ada juga yang berasal dari Togo, yakni Emmanuel Sheyi Adebayor, yang kini memperkuat Arsenal. Mereka kaya raya. Belum lagi Michael Essien yang asal Ghana itu, kini boleh merasakan mandi duit bersama Chelsea.

Bagi meraka sepakbola adalah langkah instant untuk mencapai kebahagiaan dan kemakmuran hidup. Nama-nama seperti Roger Mila, David Weah, Samuel Eto’o, Didier Drogba, Maradona, Kaka, Lionel Messi dan Pato adalah panutan yang harus segera diikuti jejak karirnya. Itulah mimpi mereka.

Rata-rata pemain Brasil juga adalah dari kalangan keluarga miskin. Sebut saja Ronaldo, Rivaldo, dan juga Ronaldinho. Sekarang, terutama Ronaldinho bahkan menjadi pemain sepak bola terkaya sejagat saat ini. Konsultan BBDO Jerman, sebuah studi tentang nilai komersial pemain, memperkirakan nilai komersial Ronaldinho sebesar 47 juta euro (56,4 juta dolar AS), diikuti Beckham 44,9 juta euro dan Rooney 43,7 juta euro. Dua pemain Barcelona lainnya, striker asal Kamerun Samuel Eto’o dan pemain muda asal Argentina Lionel Messi, melengkapi lima tempat teratas, nilai komersial kedua pemain itu melebihi 30 juta euro. Cerita sukses seperti itulah yang kemudian menciptakan mimpi untuk jadi pemain sepak bola profesional tingkat dunia. Eh, ngomong-ngomong, Bambang Pamungkas ama Ellie Aiboy juga lagi ‘mandi ringgit’ tuh bersama klub FC Selangor, Malaysia. Ketimbang main di liga Indonesia yang bayarannya jauh lebih kecil.

Yah sepakbola memang sudah mendunia. Sekarang banyak orang lebih mengenal nama-nama seperti Ronaldo, Robinho, David Beckham komplit dengan curriculum vitaenya. Dibandingkan dengan mengenap pahlawan negerinya sendiri. Di Indonesia aja banyak yang lebih hafal nama-nama pemain sepakbola daripada menteri atau pejabat yang sedang berkuasa.

Sedangkan bagi sebagian orang sepakbola dimanfaatkan untuk menuju kekuasaan di jalur politik. Kita bisa sebut nama Silvio Berlusconi, sang perdana menteri Italia. Nah, selain sebagai perdana menteri Bung Silvio juga kita kenal sebagai Pemilik klub besar Italia AC Milan. Itu juga yang dilakukan George Weah ketika mencalonkan diri menjadi Pemimpin Liberia. Dia memanfaatkan segudang pretasi emas dan nama bekennya dalam dunia sepakbola.

Itu di luar negeri. Didalam negeri juga hamper serupa, banyak para calaon anggota legislatif, Bupati, Gubernur bahkan Presiden sekalipun saat kampanye menyempatkan diri untuk sekedar menonton sepakbola. Hehehe.. entah masalah ngerti apa nggak mah urusan lain. Yang penting stiker dan muka bisa kesebar hehehe….
Yah, sepakbola telah mempengaruhi juga aktivtas masyarakat dunia. Buktinya sewaktu hajatan besar seperti Piala Dunia atau Piala Eropa, banyak aktivitas yang terhenti. Bahkan, Indonesia, yang gak pernah mengirimkan Timnasnya dalam event dunia aja sempat berpikir untuk mengatur ulang jadwal kerja.

Sepakbola juga adalah contoh bagaimana budaya multikulturalisme diterapkan dan berbaur dengan indah. Saat ini klub sepakbola sudah tidak memikirkan lagi apakah pemainnya harus asli putra daerah atau tidak. Bahkan tim nasional Prancis saja para punggawanya adalah mereka yang bukan asli berdarah Prancis. Sebut saja nama nama seperti Zinedine ‘Zizou’ Zidane, Marcel Desailly, William Gallas, Karim Benzema, dan yang lainnya, mereka terlahir sebagai seorang imigran di Prancis. Sdangkan di Asia Tenggara kita mengenal negara Singapura yang banyak pemainnya merupakan pemain-pemain naturalisasi yang sudah lama tinggal dan berkarir di negara Singa Putih tersebut.

Di Indonesia juga serupa. Dahulu di Persib Bandung ada semacam norama tidak tertulis, bahwa pemain tim Maung Bandung harus merupakan putra asli Jawa Barat. Bahkan ketika kran pemain asing dibuka di Indonesia, Persib, masih alergi untuk memakai jasa pemain asing. Tetapi sekarang nama-nama seperti Haryono, Nova Arianto, yang notabene pemain non Jawa Barat bisa berkarir disana, bahkan sang pelatih saja, Jaya Hartono, jelas-jelas bukan merupakan warga Priangan.

Bookmark and Share Selengkapnya...

Langkah jitu di Tengah Dahaga Persikad (Pengusaha Depok urunan)

Walau baru sebatas solusi cerdas untuk jangka pendek, dahaga Persikad akan dana segar dipastikan mengalir dari pada para pengusaha Depok akhir minggu ini.


Dalam pertemuan antara pihak Kamar Dagang dan Indrustri (Kadin) Depok dengan Pengurus Persikad, Kemarin, didapatkan kesepakatan untuk mengumpulkan urunan dari para pengurus.

"sekarang permasalahannya sudah tidak bisa lagi dibawa dalam rapat adu teori lagi. yang dibutuhkan Persikad sekarang adalah prakteknya eksekusi [dana segar],"
ujar seorang pengusaha, Miftah Sunandar.

Perusahaan property itu menambahkan, akhir pecan ini akan ada pertemuan lanjutan dari para pengusaha Depok, untuk urunan . “Ini saatnya para pengusaha di Depok berbuat untuk Persikad, menyelamatkan klub kebanggaan Kota Depok,” tandas Miftah.
Saat ditanya sejauh mana antusias pengusaha menyambut agenda ini, Miftah opimis bahwa para pengusaha di Depok tidak selalu berpikir tentang bisnis atau reward dari urunan ini.

“Mungkin sebatas penghargaan atau piagam saja cukup. Apalagi konteks agenda urunan ini masih membawa nama Pak Yuyun [Wirasaputra], yang notabenenya selain Ketua Persikad juga sebagai Wakil Walikota Depok,” kata Miftah.
Agenda urunan dari pengusaha Depok ini dibenarkan oleh Keyua Bidang Pendanaan Persikad, Pradi Supriatna. “Ini langkah jitu ditengah dahaga. Undangan untuk para pengusaha itu akan disebarkan besok [hari ini] dan paling lambat Sabtu [6/6] acara eksekusi [urunan] ini bias berlangsung,” ucap Pradi.

Sementara dari anggota DPRD dari Fraksi Demokrat, Murthada Sinuraya juga angkat bicara. “Masalahnya Persikad sudah menjadipersoalan Depok secara keseluruhan. Semua pihak harus ikut berkontribusi mencari solusi, dan itu termasuk Kadin,” Katanya.
Kadin, menurutnya, sebagai wadah para pengusaha harus ikut menyelamatkan Persikad yang sesungguhnya merupakan asset kota dengan prospek sisi investasi yang cukup baik.
“Dan sesusi dengan UU No 1 tahun 1987, Kadin sebagai mitra sejajar Pemkot, sudah cukup cepat menanggapi hal ini,” kata Murtahada.

Kesiapan Kadin atau para pengusaha Depok dalam membantu menyelesaikan masalah Persikas. Diacungkan jempol oleh Murtahada. “Setelah itu, bola ada Pemkot. Seharusnya Pemkot juga ikut tanggap dengan menjembatani terciptanya MoU antara Pengurus Persikad dengan Kadin,” ujarnya.

Dengan melibatkan pengusaha dalam persoalan Persikad, Murtahada juga berharap pengelolaan klub ke depan akan lebih rapid an tentunya memiliki nilai jual.
“Persikad harus diselamatkan dari kehancuran, dan para pengusaha beserta Kadin-nya memiliki potensi untuk melakukan pengelolaan denagnbaik dan menguntungkan,” tandasnya.

Dikutip dari Koran Monitor DepokRabu, 3 Juni 2009
Bookmark and Share Selengkapnya...

Tetap berprestasi walau tanpa gizi

Alhamdulillah walau Persikad hanya finis di urutan kesembilan kompetisi divisi utama wilayah barat, bukan berarti tidak ada prestasi yang dibuatnya. Striker kebanggaab Persikad, JP Boumsong menorehkan tinta emas dengan tercatat sebagai pencetak gol terbanyak dengan total 17 gol, yang hebatnya gol ini murni tanpa satu golpun yang dibuat dari titik pinalti. Prestasi ini seharusnya membuat melek para stakeholder Persikad, klub yang masalah gizinya tidak diperhatikan masih mampu membuat prestasi yang membuat nama Depok tercatat dalam tinta berita. Ini juga menunjukkan sikap profesionalisme pemain, ditengah hak yang tidak terbayarkan perjuangan mereka tetap total. sekali lagi kami dari SuperDepok mengucapkan terimakasih dan salut kepada JP. Boumsong dan seluruh skuad Persikad.






Bookmark and Share Selengkapnya...

 

bersatu

manahan

beraksi

demo PSSI

pasoepati

sepakbola indonesia

Demo PSSI

revolusi PSSI