Optimisme "Yes We Can"
Oleh Sindhunata
Dalam hal politik dan ekonomi, Amerika Serikat adalah negara superpower. Tetapi, dalam hal sepak bola, mereka hanyalah negara berkembang. Maka, adalah sebuah sensasi besar bahwa mereka bisa memaksa kesebelasan Spanyol—salah satu superpower sepak bola—bertekuk lutut.
Memang layak bila kesebelasan Spanyol digelari superpower. Dalam tiga tahun terakhir ini, hanya sekali "La Furia Roja" kalah saat dipecundangi Romania 0-1 pada 16 November 2006. Setelah itu, dalam 35 pertandingan mereka tak pernah lagi kalah. Malah menjelang Piala Konfederasi 2009 ini, 15 kali berturut-turut mereka menang.
Kata penyerang Spanyol, Fernando Torres, "Kemenangan berturut-turut itu bukan hanya karena kami bermain dengan baik, tetapi lebih-lebih karena secara manusiawi kesebelasan kami luar biasa harmonis. Kami saling mengenal satu sama lain sejak kami bermain dalam tim yunior."
Dengan modal kemenangan yang demikian meyakinkan, di tambah spirit kebersamaan yang demikian kental, Spanyol merasa pasti, mereka akan sampai ke final. "Kami akan menulis sejarah," kata Torres menjelang pertandingan melawan AS.
"Kami harus serius menghadapi Amerika walau terus terang kami sudah bermimpi akan bertemu dengan Brasil di final," kata Pelatih Vicente del Bosque.
Ternyata bukan David Villa atau Torres yang membobol gawang Tim Howard. Malah Jozy Altidore dan Clint Dempsey yang rnengobrak-abrik gawang Iker Casillas. "Superpower Spanyol" itu akhirnya tumbang di kaki "negara berkembang Amerika Serikat", dengan 0-2. Tak ada yang mengira, "US boys" bisa menggilas Spanyol.
"'The Yanks' telah menarik kita kembali ke bumi," begitu tulis koran sport Spanyol, La Marca.
Pemain dan publik Amerika sendiri juga terheran-heran atas kemenangan itu. "Lebih daripada Anda, saya juga tidak dapat berkata apa-apa tentang kemenangan ini," kata kiper Tim Howard. "Miracle on grass (Keajaiban di atas rumput)", demikian The New York Times mengomentari kemenangan itu.
Kata-kata itu jelas mengasosiasikan pada legenda Miracle on Ice (keajaiban di atas es), penggambaran yang dipakai untuk memuja tim hoki es amatir AS yang berhasil menggulingkan raksasa hoki es Uni Soviet dalam Olimpiade Musim Dingin tahun 1980.
Euforia kehebatan Amerika tiba-tiba bangkit lagi. Kata kolumnis olahraga Jamie Trecke, "Inilah kemenangan yang membuat fans Amerika gembira luar biasa. Kami menang melawan tim besar, dalam pertandingan besar, dan di tanah asing pula. Inilah kemenangan besar dalam sejarah sepak bola Amerika. Inilah kali pertama Amerika menundukkan tim nomor satu dunia sejak kami mengalahkan Brasil dalam Gold Cup tahun 1998. Malam itu pahlawan kami adalah kiper Kasey Keller. Ia menahan tembakan pasukan Brasil sampai 35 kali."
Memang kemenangan AS atas Spanyol bisa dibilang suatu keajaiban. Namun, seperti diakui Pelatih Jerman Joachim Loew, kemenangan itu juga disebabkan mereka mempunyai organisasi permainan yang amat rapi dan efektif. Dan selain itu, kata Loew, "Mereka mempunyai semangat juang yang gigih." Dan khas bagi orang Amerika, di balik semangat juang itu adalah rasa optimis yang luar biasa.
Rasa optimis itu hidup dalam segala bidang. Tidak hanya dalam olahraga, tetapi juga dalam politik. Dengan optimisme itulah mereka yakin bisa mengubah dirinya, negaranya, dan bahkan dunia semesta. Dalam hal ini, ingatlah kata-kata Presiden Barack Obama, "Yes we can", yang diucapkannya dalam kampanye-kampanye menjelang ia terpilih sebagai presiden.
"Kami dapat menyelamatkan negara ini. Kami dapat menggapai masa depan kami. Jatuh atau bangun, kami akan terus mencintai negeri kami. Kami akan terus berharap sejauh kami masih bernapas. Terhadap mereka yang sinis, ragu, dan takut, marilah kita katakan, spirit dari rakyat Amerika terangkum dalam tiga kata ini, yes we can," kata Obama menjelang ia mendekati Gedung Putih.
Kata-kata Obama itu diucapkan ketika AS sedang dilanda krisis. Seperti diakuinya sendiri, kata-katanya itu banyak diinspirasikan oleh Thomas Paine (1737-1809), pemikir liberal Amerika, yang tahun ini merayakan ulang tahunnya ke-200. Tahun 1776, Paine menulis karya The American Crisis. Menjelang kemerdekaannya, rakyat Amerika kehilangan segala-galanya Belum lagi, mereka terbenam dalam musim dingin berkepanjangan. Mereka tak mempunyai apa-apa lagi, kecuali harapan dan kesungguhan. Harapan dan kesungguhan, itulah kata-kata Paine yang diingat oleh hampir setiap orang Amerika.
Dengan kata-kata ini, George Washington pernah menyemangati tentara Amerika, sampai mereka memperoleh kemenangan yang berarti di New Jersey, Natal 1776, ketika mereka harus berjuang mempertahankan kemerdekaan negaranya. Dengan kata-kata itu pula, Obama menggugah semangat rakyat AS untuk memulai zaman baru setelah mereka terpuruk di bawah pemerintahan Presiden Bush.
Optimisme yang lahir dari harapan dan kesungguhan itu bangkit setiap kali Amerika terpuruk. Kiranya, optimisme itu pula yang mewarnai kesebelasan AS kali mi. Tak heran, setelah dikepruk Italia, 3-1, dan dihajar Brasil, 3-0, Amerika bangkit dengan memukul Mesir, 3-0, dan menjungkirkan Spanyol, 2-0.
Anak-anak asuhan Bob Bradley ini sadar, dalam hal bola, mereka hanyalah "negara berkembang" di depan superpower Brasil, yang akan mereka hadapi di final Senin dini hari WIB. Namun, the miracle on grass bisa saja terjadi, apalagi bila anak-anak Amerika sedang dilanda optimisme yang lahir dari spirit khas mereka, yakni harapan dan kesungguhan.
diambil dari http://www.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar