Otokritik Bagi Suporter (Renungan Sumpah Pemuda)
Saya pernah merenung bahwa hadirnya kelompok suporter sepakbola di Indonesia terkadang malah meruntuhkan ikatan yang telah di ikrarakan oleh para pemuda dalam tahun 1928 yang lebih kita kenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Kita semua tahu, latar belakang timbulnya sumpah pemuda adalah semangat perjuangan yang dirasakan tidak berjalan seiringan. Atau dalam bahasa lainnya saat itu lebih berasa nuansa kedaerahan daripada nuansa persatuan. Saat itu kita kenal banyak kelompok pemuda yang menamakan denga nama-nama daerahnya sendiri. Seperti Jong Ambon, Jong Java, dan lain-lain.
Para pemuda saat itu merasakan kalo begini terus akan bahaya perjauangan ini, karena kita akan lebih mudah dipecah belah juga tanpa adanya satu komando. Mereka akan bergerak sendiri-sendiri. Maka itulah mereka bersepakat untuk menyatukan langkah dan gerak. Sepakat berkumpul lalu berikrar bersama, yang kemudian kita kenal dengan Sumpah Pemuda.
Seharusnya semangat sumpah pemuda itu yang dibawa oleh para kelompok suporter yang telah terbentuk dan ada saat ini. Bukan malahana sebaliknya. Kita boleh mendukung klub dari daerah kita sendiri, tetapi bukan berarti kita juga melegalkan berbuat anarkis dan kerusakan atas nama daerah pula. Ini bahaya.
Perkembangan yang ada saat ini memang demikian. Banyak kelompk suporter yang lebih mengedapankan sikap kedaerahan. Kita mengenal Bonek, Viking, The Jak, dan lain lain. Slogan-slogan yang mereka pakai sangat kental dengan kedaerahan mereka. Bahkan tak jarang spanduk-spanduk yang mereka bikin sudah mulai ada nada pelecehan terhadap daerah lain.
Dan ini ternyata tidak hanya berlaku saat pertandingan berlangsung. Diluar pertandinganpun ini berlaku. Banyak anggota The Jak yang sangat anti dengan apapun yang berbau Persib Bandung. Ada seorang kawan yang terpaksa untuk melepaskan kaos Viking dibawah ancaman anak-anak The Jak. Begitu juga sebaliknya, anak-anak Viking akan sangat tidak rela dengan atribut Persija di wilayahnya.
Asli, sikap ini kalo tetap dibirakan akan berbahaya dan terus liar saja, Memang dipermukaan ini tidak tampak dengan nyata Ibarat bola salju yang menggelinding dari atas kebawah, maka semakin lama gumpalannya akan semakin besar dan memiliki kekuatan yang besar dalam menghantam apa saja yang dilaluinya. Tetapi dibawah sikap-sikap seperti ini sudah banyak muncul dan kelihatan. Satu contoh saja ketika penulis hadir dalam satu acara ulang tahun kelompok suporter, disitu sangat kental sekali nuansa kebencian terhadap satu kelompok suporter. Bahkan, salam salah satu liputan dan wawancara yang dilakukan oleh salah satu stasiun televise swasta, seoarng yang dianggapsebagai panglima salah satu kelompok suporter dengan tegas mengatakan tidak ingin berdamai dengan kelompk suporter yang dianggapnya sebagai musuh. Bahkan, dengan tegas ia menganggap ini sebagai perang abadi. Begitu juga dalam salah satu kaos kelompok suporter lainnya. Jelas-jelas terbaca ajakan atau undangan perkelahian kepada rivalnya yang lebih parah ini kedua kelompok suporter ini berada dalam wilayah yang sama. Hanya mendukung dua tim yang berbeda.
Jelas sekali jika sikap-sikap ini terus dipupuk dan dipelihara merupakan pengkhianatan terhadap apa yang diikrarkan dalam peristiwa Sumpah Pemuda. ini juga sikap antiklimaks terhadap slogan negara kita yang Bhineka Tunggal Ika. Inilah yang harus kita sadari. Sejujurnya dukung-mendukung itu adalah suatau kewajaran. Yang tidak wajar adalah ketika dukungan itu ditunjukkan dengan sikap-sikap anarkis dan destruktif. Ini jelas tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja. Saatnya kita yang mengkau Suporter sepakbola berbenah diri. Mari jadikan ini sebagai ajang adu kreativitas. Sesungguhnya suporter yang baik, bukanlah suporter yang ngamuk ketika klub kesayangannya kalah.
Dalam pertandingan olahraga menang-kalah itu biasa, dan yang terpenting adaqlah bagaimana sikap kita ketika menghadapi situasi tersebut. Kita memang suka dengan kemenangan. Tetapi ketika kekalahan tidak bisa dihindarakan mari kita terima itu sebagai bahan buat introspeksi dan pembenahan lagi. Jadilah suporter yang santun, sebagaimana apa yang dituangkan sewaktu kita ikut Jambore Suporter. Lagi-lagi ikrar ini kita yang mengucapkan maka akan sangat naïf ketika cita-cita yang sudah kita ikrarkan bersama, kita hancurkan dengan tangan sendiri. Jadi jangan seperti lagu dangdut tempo dulu yang bersyair.
Kau yang mulai, kau yang mengakhiri,
kau yang berjanji kau yang khianati…
0 komentar:
Posting Komentar